Bismillah…
Entah akan berapa kali mencap aku dengan tuduhan-tuduhan itu. Tuduhan yang membuat aku semakin tegar menghadapi ini. Tuduhan yang meyakinkanku bahwa keasingan ini hanyalah sementara. Ekstrim, lebai dan label-label lain yang selalu dilontarkan kepadaku. Ekstriman mana dengan orang-orang yang mengebom di sembarangan tempat dan mengaku itu jihad? Ekstriman mana dengan orang-orang yang berdzikir bersama-sama semalaman sehingga masuk rumah sakit? Lebaian mana dengan orang-orang yang berdemo di jalanan yang membuat kekacauan dengan dalih menyuarakan kebenaran namun nyatanya pengantar menuju pemberontakkan? Lebaian mana dengan orang-orang yang berkeliling dari rumah ke rumah selama 3 sampai 40 hari dengan alasan dakwah tapi malah menyebarkan hadits dhoif? Lebaian mana dengan mereka yang mulutnya melaknat sahabat Rasulullah sholallahu’alayhi wassalam sehingga menuduh ummul mu’minin Aisyah radiyallahu’anhu berzina? Ekstrim siapa? Lebaian siapa? Ekstriman mana yang nyata dalam tindakan mereka ingin menyatukan agama-agama yang ada di dunia ini, mengaku Islam namun ingin menyatukan Islam dengan agama lain, ingin menyatukan yang haq dan yang bathil? Yang mana yang berlebihan.
Ketika disebutkan cadar, celana cingkrang, jenggot itu ekstrim karena sering dikenakan oleh teroris, maka apakah jika teroris itu memakai baju safari, jas, kemeja, dan memakai baju yang begitu mungil apakah akan disebutkan bahwa orang-orang itu adalah teroris? Apakah menampakkan syariat Islam pada zaman sekarang dalam berpakaian adalah ekstrim? Apakah menampakkan syariat Islam dalam berpakaian adalah lebai? Apakah karena jarang yang memakainya lantas pantas disebut ketinggalan zaman dan dengan dalih bahwa itu adalah pakaian teroris. Lantas apakah akan disebutkan bahwa Rasulullah adalah teroris? Masya’ Alloh, Apakah tak ketahui dalilnya? Baiklah akan saya tunjukkan hujjahnya dari Quran dan Sunnah,
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka “. (Al-Ahzab: 59)
“Apa saja yang berada di bawah mata kaki berupa sarung, maka tempatnya di Neraka.” (HR Ahmad dan Bukhari)
Rasullullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam bersabda :
“Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di hari kiamat. Tidak dilihat dan dibesihkan (dalam dosa) serta akan mendapatkan azab yang pedih, yaitu seseorang yang melakukan isbal (musbil), pengungkit pemberian, dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (Hr Muslim, Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
“Selisihilah orang-orang musyrikin, potonglah kumis dan biarkanlah jenggot (sebagaimana adanya tanpa dikurangi dan dipotong).” (HR. Muslim no. 600)
Apakah masih berdalih dengan zaman yang sudah berbeda maka engkau akan meninggalkannya? Ketahuilah, maka apakah sholat jika tidak zamannya lagi maka engkaupun akan menghalalkannya untuk meninggalkannya? Masya’ Alloh. Alangkah terlenanya dunia yang sementara ini, padahal akhirat jauh lebih besar dibanding dunia. Kita Cuma singgah di sini, untuk mengambil bekal menuju perjalanan selanjutnya.
Ketika aku tak mau berjabatan tangan dengan yang bukan mahrom, maka aku pula dituduh sebagai orang yang berlebih-lebihan dan mengada-ada. Lantas apakah pikiran dan perasaan yang mengarahkan bagaimana mestinya bertindak. Pikiran siapa yang akan dituruti karena masing-masing manusia akan menuruti pikiran sendiri, perasaan siapa yang akan dituruti karena masing-masing memiliki perasaan tersendiri. Manusia itu punya aturan untuk membebaskan diri dari hawa nafsu bukan malah menuju hawa nafsu yang akan menjerumuskan ke dalam api yang menyala-nyala. Jika engkau belum tahu atau lupa, aku akan memaparkan dalil tentangnya,
“Kepala salah seorang ditusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 20/210 dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, lihat Ash-Shahihah no. 226)
Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menguji kaum mukminat yang berhijrah kepada beliau dengan firman Allah ta’ala: “Wahai Nabi, apabila datang kepadamu wanita-wanita yang beriman untuk membaiatmu….” Sampai pada firman-Nya: “Allah Maha Pengampun lagi Penyayang.” Urwah berkata, “Aisyah mengatakan: ‘Siapa di antara wanita-wanita yang beriman itu mau menetapkan syarat yang disebutkan dalam ayat tersebut’.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata kepadanya, “Sungguh aku telah membaiatmu”, beliau nyatakan dengan ucapan (tanpa jabat tangan).” ‘Aisyah berkata, “Tidak, demi Allah! Tangan beliau tidak pernah sama sekali menyentuh tangan seorang wanita pun dalam pembaiatan. Tidaklah beliau membaiat mereka kecuali hanya dengan ucapan, “Sungguh aku telah membaiatmu atas hal tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 4891 dan Muslim no. 4811)
Bagaimanakah? Apakah masih menggunakan pemikiran dan perasaan untuk membantah hadits itu. Silakan bantah, silakan engkau berpegang teguh pada pendapatmu sendiri. Dan saksikanlah bahwa aku telah menyampaikannya.
Kenapa? Kenapa begitu sebenci-bencinya dengan sunnah ini? Islam memang tidak memberatkan, namun juga tak memudah-mudahkan syariat. Syariat Islam telah baku, dan Islam bukan hanya sholat, puasa, ngaji (tilawah) saja. Islam lebih dari itu menyangkut hal-hal dalam kehidupan kita. Entahlah masihkah asing dengan Islam dan segala syariatnya. Masihkah bertahan di atas tahta ego yang mendalam? Wallohu musta’an.
Ketika melihat mereka yang dzikir berjama’ah maka dikatakan bahwa mereka itu sungguh baik dalam beribadah, mereka yang mengadakan tahlilan, yasinan, ulangtahun kematian 40 hari dan sebagainya dianggap pula sebagai ajaran Islam. Yaa insan, apakah engkau tahu asal muasal itu? Apakah ada dalil yang mengatakan itu syariat Islam. Jikalau dalil hanyalah, “kata ustadz itu begini” atau “kata ustadz ini begitu” maka alangkah mirip dengan kerbau yang dicucuk hidungnya. Akan kuhadirkan dalilnya di sini dari sabdanya Rasulullah sholallahu’alayhi wassalam,
“Kasihanilah diri-diri kalian sesungguhnya kalian tidaklah meminta kepada yang tuli dan tidak hadir.” (Muttafaqun ‘alaih)
Ketika aku menjaga diri dari pergaulan bebas maka aku pula dituduh si eksklusif. Apakah tidak berpacaran itu eksklusif? Jika demikian aku rela dicap sebagai eksklusif. Begitu banyak kerusakan yang disebabkan karena pacaran. Begitu sering aku mendengar yang pacaran terjerumus MBA (Married by Accident). Begitu sering aku mendengar ada yang bunuh diri karena diputuskan oleh sang kekasih. Benarkah pacaran adalah jalan mendapatkan jodoh? Jika memang demikian kenapa banyak yang mendapatkan jodoh namun mereka tak pacaran. Wahai, jodoh kita telah dituliskan namanya di lauhul mahfuz. Namun yang mesti diperhatikan adalah bagaimana engkau menjemput jodohmu itu? Jalan yang benarkah atau jalan yang burukkah?
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah wanita.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ya, karena aku takut menjadi fitnah yang akan mengantarkan aku menuju kerusakkan dan akhirnya mengakibatkan aku berada di lembah neraka, maka aku harus menjaga diri dan kehormatanku. Aku ingin menjadi wanita sholihah. Aku takut ketika aku adalah salah satu dari kebanyakkan penghuni neraka yang wanita. Sebagaimana sabda Rasulullah sholallahu’alayhi wassalam,
“Wahai sekalian kaum wanita, bershadaqahlah! Karena aku melihat bahwa kalianlah orang terbanyak yang menghuni neraka (selanjutnya ditulis: An-Naar). (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 304 dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu)
Apalagi? Apalagi yang dirasakan asing terhadap apa yang aku lakukan? Apalagi yang serasa asing di mata kebanyakkan orang? Ketika dikatakan, “Biasa sajalah, tak usah berlebihan”, maka aku jawab apakah berlebihan ketika aku menegakkan sunnah yang telah diwasiatkan kepada ummatnya sampai hari kiamat?
“Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kalian, tetapi mayoritas dari kalian membenci kebenaran itu.” (Az-Zukhruf: 78)
Inilah jalan itu? Jalan yang terang. Jalan yang mempunyai dasar dari Quran, Sunnah, dan pemahaman para sahabat. Jangan dipungkiri. Janganlah dibenci. Jika engkau membenci berarti engkau turut menyumbangkan kebencian terhadap Islam dan membuat kafir tersenyum senang padamu. Wahai jiwa, semoga Alloh menunjukki hidayah dan memberi ampunan padamu juga padaku. Allohu musta’an.
***
Di saat dia membujuk orang yang kusayangi untuk melarangku di jalan sunnah..