Archive for March, 2011

Akhwat itu Menata Hati

Bismillahirohmanirrohim…

“Mbak, ana mencoba mengikhlaskan walaupun sakit.”

Itulah kata-katanya saat ijab qabul itu diucapkan. Yah, akhwat yang lagi “sakit” itu adalah korban dari seseorang yang sedang mengucapkan akad nikah. Akhwat itu hanya menjadi saksi. Bukan menjadi menjadi mempelai perempuannya. Menjadi saksi atas kejadian menyakitkan dalam hidupnya.

Ceritanya bermula ketika ikhwan itu datang kepadanya untuk mengajak akhwat itu menikah. Yah, setelah proses berkenalan yang cukup lama dan nekat untuk menembus batas syar’i. Ikhwan itu mengajak akhwat tersebut menikah karena sesuatu hal. Namun, karena usia akhwat itu yang terbilang masih cukup muda dan beberapa faktor lain, maka akhwat itu menolak ikhwan tersebut. Bukan karena tak cinta atau sayang. Jelas bahwa cinta dan sayang itu telah terjalin sejak lama dengan ikhwan tersebut tanpa mereka sadari. Perjalanan mereka yang selayaknya bisa dikatakan pacaran terselubung itu karena seringnya berkomunikasi yang tak jelas.

Yah, memang hati akhwat itu lemah bahkan sangat lemah. Akhwat bisa saja membangun benteng yang kokoh, namun ikhwan dengan pelan dan perlahan bisa meruntuhkan pertahanan akhwat tersebut. Dan akhirnya akhwatlah yang jadi korban. Hatinya telah dibawa pergi, sehingga ketika dia menikah dengan akhwat lain. Akhwat tersebut menjadi trauma dan sakit yang berkepanjangan.

Dan lebih parahnya lagi, ikhwan tersebut memberikan solusi kepada akhwat tersebut untuk menjadikannya yang kedua alias ta’adud alias poligami. Hah, apa sih tujuan ikhwan tersebut? Akhwat yang telah mengalami sakit ditambah sakit dengan memberikan solusi itu. Akhwt itu takut bahwa akhwat lain yang dinikahinya itu yang sakit. Perasaan wanita bisa dirasakan oleh wanita lainnya. Memang poligami tdk dilarang. Namun jika menzolimi tentunya lebih baik tidak.

Sekarang akhwat tersebut menata hatinya yang berserakkan. Mencoba mengumpulkan puing-puing sisa yang terburai. Berharap penggantinya lebih baik. Insya’ Allah. Tentunya ada hikmah di setiap kejadian. Entahlah apa yang akan terjadinya nanti, apakah ikhwan tersebut akan merealisasikan poligami itu? Atau apakah akhwat itu mau menjadi madu? Wallahua’lam..

“Mbak, jangan pandang ana negative tentang pengalaman ana. Karena ana manusia biasa. Mbak akhwat itu cantik ya. Semoga dia bahagia dengan akhwat itu. Ana udah pesan sama ikhwannya lupakan ana. Karena akan sakit ketika akhwat tersebut tahu nantinya jika kita pernah mempunyai hubungan. Dia balas bahwa tidak semudah untuk melupakan ana. Ah, ana mencoba untuk tidak peduli lagi mbak.”

Lirih dia berkata demikian. Aku semakin miris dan merasakan apa yang dia rasa. Sakit dan sungguh sakit dalam posisinya. Ditambah ibunya si ikhwan telah dekat dengan akhwat itu. Dan di hari H, ibu ikhwan tersebut mengelus pundak akhwat dengan mengatakan,

“sabar ya nak!”

Hah, sungguh ironi. Aku kira kejadian ini hanya ada pada bait-bait novel atau cerita dalam sinetron. Namun aku menyaksikan sendiri kisah ini dari penuturan akhwat tersebut. Yah, hanya bisa menenangkan akhwat itu. Dia akhwat tangguh, membangung kembali cita-citanya. Sakit hati memang mesti diobati. Dan aku mencoba untuk membantunya. Insya’ Allah.

(semoga bisa memetik hikmah dari cerita di atas)