Archive for June, 2011

PERJALANAN HIJRAHKU, SEMOGA ISTIQOMAH

Bismillahirohmanirrohim…

Salafi? Tak pernah terpikir dahulu saya akan hijrah ke manhaj itu. Awalnya aku menganggap bahwa Salafi adalah sebuah harokah sama seperti harokah lainnya. Hehm untuk harokah itu sendiri aku mengetahuinya sejak aku lulus SMA, atau lebih tepatnya ketika aku memasuki bangku perkuliahan. Sungguh sejak aku mengenal dunia perharokahan atau lebih dikenal dengan istilah pergerakkan Islami, aku merasa heran dengan berbilangnya Islam yang seperti ini. Mengapa begini dan mengapa begitu. Bingung? Jelas itu pasti. Aku bingung. Sehingga aku memutuskan abstain dari semua harokah. Aku mengenal harokah dari seorang akhwat yang mengabarkan kepadaku bahwa seorang temannya yang ikhwan adalah jama’ah HTI alias Hizbut Tahrir Indonesia.

“Kenapa memangnya dengan HT? Apa salahnya HT. Toh kan masih Islam? Trus kita ini harokahnya apa? Memangnya apa saja jenis harokah?” tanyaku dengan akhwat itu.

“Yah memang HT masih Islam. Mereka ga pake demokrasian. Mereka menghina PKS. Apalagi ikhwan itu mengirim sebuah artikel mengenai keburukan-keburukan PKS. Kita ini termasuk dalam lingkup PKS. Jenis harokah banyak. Ada JT (Jama’ah Tabligh) yang sering datang ke masjid-masjid, ada JIL (Jaringan Islam Liberal) yang sesat itu, ada HT (Hizbut Tahrir), ada IM (ikhwanul Muslimin) yang kalo di Indonesia itu PKS, ada Salafi yang biasanya akhwatnya bercadar.” Katanya menerangkan.

Dalam hati aku tak ingin dikatakan aku ini bagian dari harokah tertentu. Namun aku tetap mengangguk-angguk saat dia menjelaskan tentang itu. Aku memang sejak SMA telah aktif di kegiatan Rohis Sekolah yang notabenenya pementornya adalah dari kader PKS. Dan tak pernah sedikitpun membahas masalah pergerakkan Islam pada saat Kajian Mingguan (KM). Sejak tamat SMA aku mengikuti liqo’ yang dulunya aku tahu free dari harokah, ternyata tidak. Itu termasuk bagian lingkup kepartaian (PKS). Walaupun aku mengaji di PKS (tarbiyah) aku tak ingin dibilang aku adalah harokah PKS atau IM. Aku tetap mengatakan bahwa aku independe dari harokah. Yah, aku juga tetap mengikuti kegiatan-kegiatan partai. Karena memang kebanyakkan kegiatan berasal dari partai itu.

Aku menarik dua harokah saja yang menjadi pusat perhatianku karena terdapat perbedaan yang sangat mencolok mengenai perpolitikkan, HT dan IM alias PKS. Aku mulai mencari dan bertanya tentang inti gerakkan dan perjuangannya. Kenapa HT mengatakan Demokrasi itu haram? Dari pertanyaan itu aku menganalisa dan mencerna artikel-artikel mengenai demokrasi. Dari sumber kedua belah pihak aku menganalisanya. Dengan objektif tentunya berdasarkan dalil-dalil dari Quran dan Sunnah. Sehingga pada akhirnya aku pun menarik kesimpulan bahwa Demokrasi itu Haram. Alhamdulillah. Dan aku mulai tertarik ke pemikiran HT. karena apa yang dibahas di HT itu lebih ilmiah dan kritis. Namun aku tetap mengaji di PKS. Yah pada saat itu ingin juga aku mengaji di HT, namun tak aku dapati pengajian HT di kampusku. Sehingga pemikiran HT lebih banyak kutemui di dunia maya dan blog-blog.

Sampai sini sajakah? Tidak. Dari dunia blog aku mengenal orang-orang yang begitu semangat menggaungkan Jihad, jihad, dan jihad. Yah, aku mencoba mengenal mereka dari tulisan-tulisan yang dipaparkan mereka dicampur dengan realita-realita dan perjuangan-perjuangan “jihad” yang dulu sempat membuatku haru bercampur marah. Orang-orang yang aku kenal ini pun juga mengharamkan demokrasi. Namun mereka bukanlah HT. mereka mengakui bahwa mereka adalah Salafi Jihadi yang landasannya adalah Tauhid dan Jihad. Mereka pun mengkafirkan pemerintah. Sempat pula aku terpengaruh oleh pemikiran ini. Aku berkenalan dengan seorang akhowat dari pergerakkan ini. Sebut saja namanya Kak Hawa Kenapa aku tertarik untuk berkenalan dengan akhowat ini? Karena dia memakai cadar. Yah, daridulu aku memang tertarik untuk mengenal lebih jauh bagaimana seorang akhwat bercadar menjalani kehidupannya. Yah sama seperti biasalah. Hehm bukan itu. Aku membaca kisahnya yang menggugah bagaimana perjalanan dia memakai cadar itu. Bagiku mengharukan. Di saat yang lain begitu mudah membuka auratnya. Maka dia menjaga iffahnya dari pandangan liar laki-laki. Yah, itu yang membuat aku takjub. Sampai suatu malam aku bermimpi, aku mengenakan cadar warna hitam. Ketika terbangun aku kecewa itu hanyalah mimpi. Pada saat di kampus, entah kenapa aku ingin menangis. Menangis melihat diriku. Dan keinginan itu menjadi kuat. Yah keinginan untuk mengenakan niqob alias cadar. Aku mengutarakan itu dengan Kak Hawa. Kak Hawa bilang, “Itu hidayah dek.”

Yah, sejak itu aku mencari artikel-artikel mengenai cadar. Ada hukumny wajib dan ada yang sunnah. Aku terus mendalami sambil terkadang menangis saat membaca kisah-kisah mujahidah yang mengenakan cadar. Oh ya aku juga punya kenalan yang banyak memakai cadar di Bogor, Pemalang dan Yogya. Aku meminta tips dari mereka bagaimana caranya agar orangtua mengizinkan agar anaknya bercadar. Merekapun memberikan tips yang beragam. Huhf, ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Orangtuaku tetap tidak mengizinkan. Cukup sampai di sini pembahasan mengenai cadar.

Dari cadar aku ingin menetapkan dari keabstainanku terhadap harokah kepada satu saja. Yah, pemilihan ini sangat sulit. Aku bahkan harus memilih kandidat-kandidar dari semua harokah untuk mengajak berdiskusi. Dari PKS, aku telah banyak berdiskusi dari pementorku pada saat SMA, murabbiku, juga teman blog di Bogor. Dari HT, teman facebook dari Kendari dan Jakarta. Dari Jihadi teman-teman di blog juga Kak Hawa. Dari salafi, ah entahlah aku kurang tertarik terhadap manhaj satu ini dikarenakan ketidakjelasan manhaj ini. Dari semua harokah itu, yang menghalalkan demokrasi adalah PKS maka kudelet PKS draft yang ingin kupilih. Sekarang tinggal HT dan Jihadi. Keduanya memang mirip bahkan sangat mirip, namun aku cenderung ke Jihadi. Suatu malam aku menanyakan kepada seseorang,

“Aku mau hijrah ke Jihadi. Dirimu harokahnya apa?”

“Ana di antara dua. Salafi dan Jihadi.”

“Memang beda keduanya apa?”

“Jihadi ya lebih ke Jihad. Namun Salafi ke tauhid. Ana menetralisir di antara keduanya.”

“Memang keduanya bertentangan ya?”

“Iya. Yang satu mengkafirkan pemerintah dan yang salafi tidak.”

“Kenapa gitu ya? Heran juga. Katanya sama-sama salafi? Ada saran ga untuk ana?”

“Yah maka dari itu ana menetralisir antara keduanya. Saran ana anti ikut kajian Salafi aja dulu. Nanti kalo ana dapat berita tentang kajian Jihadi di daerah anti. Ana kasih tahu.”

Begitulah awalnya. Aku mencari kajian Salafi di daerahku. Aku berburu dengan menanyakan kepada teman-temanku. Juga mencari-cari di internet mengenai Salafi. Hehm, sebenarnya aku ingin lebih banyak berkenalan dengan akhwat bercadar di daerahku. Namun, dengan izin Allah aku belum menemukan kajian Salafi di daerahku. Hingga suatu hari, aku diajak ke Jakarta dan bertemu dengan Kak Hawa (Alhamdulillah Kak Hawa pun telah menetap pada satu manhaj yaitu Salafi). Singkat saja pertemuan itu. Namun begitu mendalam bagiku. Ketika pulang, aku merenung dalam perjalanan, tentang hidupku. Yah, aku harus banyak mencari ilmu. Sesampainya di Bengkulu, perlahan-lahan aku mulai mundur dari kegiatan-kegiatan di kampus, aku mulai mengumpulkan buku-buku elektronik bermanhaj Salafi. Aku juga jarang datang ke Liqo’. Dan aku juga banyak menambah teman-teman di facebook akhwat-akhwat bermanhaj Salafi. Dan hal yang mengejutkan aku pula, banyak teman-teman friendsterku (masa SMA) hijrah ke Salafi. Dari sana aku mencoba lebih dekat dengan Salafi. Sungguh ilmu yang dipelajari lebih ilmiah dan banyak memaparkan dari Al-Quran dan Sunnah. Namun, ada syubhat yang dulu belum terjawab yaitu Para Salafiyun itu juga mengharamkan demokrasi namun mereka menaati pemerintah. Bukankah suatu yang aneh. Itu pikirku dulu. Yah, sehingga aku masih mengadopsi sedikit pemahaman Jihadi.  Syubhat itu terjawab sekarang, menaati selama tidak dalam kemaksiatan.

Pada suatu hari aku mengatakan niatan untuk hijrah itu kepada sahabatku yang dulu memperkenalkan aku dengan penjelasan harokah. Yah, sekarang aku pahami bahwa Salafi bukan harokah. Nampak kekecewaan di guratan wajahnya.

“Coba anti pikirkan matang-matang. Takutnya anti malah futur”

“Insya’ Alloh ukh ana yakin. Ana ingin hijrah. Apapun konsekuensinya ana akan terima.”

“Yah kalau misalkan itu keputusan anti. Ana terima. Walaupun kita bukan satu jama’ah lagi.”

Aku tersenyum miris pada saat itu. Dan aku juga memberitahukan kepada salah seorang teman satu liqo’ku. Dan dia juga mengatakan supaya aku pikir-pikir dulu. Aku sudah mantap. Toh telah sejak lama rohku tak berada dalam naungan tarbiyah. Hanya fisikku saja yang berada dalam lingkup PKS.

Dalam sebuah walimah, aku bertemu dengan seorang akhwat yang sekarang kami berjuang bersama. Akhwat itu adalah seorang adik mentorku di sebuah SMA. Satu tahun di bawahku. Dia dalam tahapn untuk memasuki perkuliahan. Sebut saja namanya Fathimah. Dia tidak lulus SNMPTN, dan berencana melanjutkan ke ma’had. Aku menanyakan padanya.

“Ma’had mana?”

“Di Ciamis” langsung aku teringat pada temanku yang berada di ma’had Salafi di Ciamis.

“Ma’had Salafi ya?”

“Iya dung. Ma’had ahlus sunnah wal jama’ah”.

Selang beberapa minggu, aku bertemu secara tak sengaja dengannya di sebuah tempat. Aku telah mencium bahwa dia sama sepertiku; dia ingin hijrah. Sehingga aku berani mengungkapkan padanya bahwa aku ingin hijrah. Dan ternyata dia menjawab,

“Sama mbak. Ana juga ingin hijrah. Ana ingin nangis mbak. Selama ini ana dibodohi. Mengapa mereka menyembunyikan ilmu-ilmu yang belum ana dapatkan.”

“Iya dek. Mbak juga.”

Dia bercerita bahwa gagal ke ma’had karena tidak diizinkan dengan orangtuanya. Dia juga bercerita akan mengunjungi rumah ustadz Salafi di suatu tempat dengan seorang akhwat yang ana juga kenal namanya mbak Alfiah. Dia adalah Kakak perempuan dari temanku di SMA dulu. Ah, aku tak menyangka ternyata dia Salafi sejak lama. Fathimah menawarkanku untuk ikut, akupun mengangguk. Aku juga mengajaknya untuk ikut kajian Salafi yang alamatnya aku dapatkan dari temanku. Diapun juga mengiyakan.

Aku masih belum mengatakan hal ini kepada murabbiku. Yah, aku menunggu saat yang tepat. Saat ketika aku telah datang pada majelis ilmu. Saat itu, aku ingat tanggalnya 10 Oktober 2010. Saat aku pertamakali datang ke majelis ilmu bertiga di kost teman. Ustadznya mengisi via telepon. Yah, aku mendapatkan ilmu yang sungguh berbeda dengan yang kudapatkan sebelumnya. Temanku mengatakan tentang kajian ilmu yang aku anggap sebagai Salafi. Ternyata itu bukan Salafi. Sehingga lebih baik aku tak datang daripada syubhat yang kuterima.

Hingga suatu saat, aku harus mengatakan kepada murabbiku bahwa diriku ingin hijrah. Awalnya ingin aku datang langsung mengungkapkan itu. Namun, beliau terlalu sibuk sehingga tak bisa datang untuk meliqo’. Dan jadilah aku mengungkapkan via sms aku berhenti liqo dan ingin hijrah ke salafi. Tak ada balasan. Hanya selang beberapa hari beliau mengatakan, “jazakillah khoyr”. Aku tak ingin memperpanjang.

Salah satu teman liqo’ku langsung memberikan info tentang sikap murabbi itu terhadapku. Dalam majelis liqo’ itu ternyata kepindahanku diumumkan di depan teman-temanku. Wejangannya terhadap teman-temanku adalah, “Salafi itu bagus. Hanya saja mereka terlalu kaku, masa wanita aja disuruh dirumah terus dan ga boleh kerja. Takutnya nanti si Gita itu ga kuat dan malah berbalik 180 derajat”. Itu benturan pertama yang aku rasakan. Kecewa? Jelas aku sangat kecewa. Namun itu menjadi penyemangatku agar istiqomah di manhaj ini. Benturan selanjutnya adalah ketika sahabatku dikonfirmasi oleh murabbiku alasan kehijrahanku. Dan semua amanah yang aku punya di dakwah kampus maupun dakwah sekolah dicabut. Karena katanya itu sudah aturan kepartaian. Aku mencium bau kelicikkan di sini. Ternyata begitu asas mereka. Mereka menguasai semua lini sekolah dan kampus. Dan tak boleh seorang penyusupun menggunakan sekolah dan kampus untuk berdakwah. Alhamdulillah hatiku tak terlalu tertambat dalam lingkup yang bernama tarbiyah atau pks sebelum maupun sesudah. Sehingga Alloh memberikan aku hidayah yang sungguh berharga yang membuka mata hatiku.

Aku diasingkan. Dengan teman-teman seorganisasiku. Aku juga keluar dari lingkup keorganisasian KAMMI sampai aku didebat oleh koordinatorku sendiri. Namun aku tak memutuskan silaturahim. Aku tetap tersenyum, meskipun ada di antara mereka yang membuang muka terhadapku. Biarlah. Aku tak peduli. Biarkanlah aku asing di dunia namun tak asing di akhirat nanti. Biarkanlah mereka memboikotku namun pendirianku tetap kuat. Sampai-sampai kedua sahabatku juga terasa asing bagiku. Mereka bersikap lain. Tak seperti biasanya. Hingga suatu saat aku mengatakan kepada sahabatku, mengapa terasa jauh? Ternyata alasannya kepindahanku, berbeda jama’ah, juga dia memintaku untuk kembali. Tidak. Aku tetap akan meniti jalan yang telah ditunjukkan oleh sabda Rasulullah. Insya’ Alloh.

Sedikit demi sedikit pemikiran jihadi di diriku menghilang. Yah, aku mulai memahami mengapa Salafi bersikap demikian. Karena satu alasan hujjah dari Alloh dan Rasul-Nya serta pemahaman para Salafush Sholeh. Tidak seperti apa yang dikatak oleh orang-orang yang membenci Salafi dan menganggap bahwa mereka adalah antek-antek Yahudi. Bagaimana mungkin orang yang memurnikan Islam dan mengembalikan pada apa yang Alloh dan Rasulullah perintahkan dituduh sebagai antek-antek Yahudi. Ya begitulah pikirku.

Dan perlahan-lahan aku mulai paham dengan manhaj ini. Sungguh, pertanyaan yang dulu sering aku lontarkan terjawab ketika aku berada di manhaj ini. Ilmu yang tak pernah aku dapatkan pada sebelumnya. Dam satu hal, Salafi memang bukan harokah namun Salafi adalah manhaj murni yaitu cara bagaimana kita memahami Islam sesuai dengan Quran dan Sunnah serta pemahaman dari para Salafush Sholeh (sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in). Bukankah banyak yang memahami Islam namun caranya tak benar, menganggap Islam hanya sebuah identitas yang tertera di KTP atau Islam menghendaki pemberontakkan, atau Islam menginginkan kekuasaan. Namun satu yang pasti inti Islam adalah TAUHID. Dan berbilangnya jama’ah adalah karena kebid’ahan-kebid’ahan. Yah, karena tak patuh terhadap dalil sehingga menuruti apa katanya sendiri. Jika Salafi dikatakan sebuah jama’ah atau kelompok. Siapa ketuanya, siapa amirnya? Tidak ada. Karena ini adalah murni dari Rasulullah. Tidak seperti harokah yang berdasarkan pemikiran seseorang dan diketuai oleh seseorang yang dipuja secara berlebihan. Bukankah Rasulullah melarang untuk tidak berkelompok-kelompok dan tetap pada apa yang Alloh dan Rasulullah perintahkan?

Aku tak peduli apa kata orang tentang manhaj ini. Sesungguhnya telah jelas mana kebenaran dan mana kebatilan. Tak mungkin Alloh dan Rasul-Nya tak menunjukkan jalan yang terang dan jelas. Tentu ada sebuah kebeneran yang begitu terang seterang matahari di siang bolong. Yah, inilah manhaj yang haq, Manhaj Salafi alias Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Alhamdulillahi robbil ‘alamin.

Allohua’lam.